Photobucket Photobucket

Rabu, 22 Juni 2011

Kenali Tahu Berbahaya!

 Liputan6.com, Magelang: Dari berbagai jenis makanan rakyat, hingga kini tahu merupakan salah satu penganan berbahan baku kedelai yang banyak digemari orang. Terlebih, jika tahu sudah diolah menjadi hidangan yang mengundang selera perut seperti bakwan malang, tahu gimbal hingga siomay.

Mayoritas masyarakat menyukai tahu lantaran di samping rasanya yang lezat, makanan berbahan baku kedelai itu dipercaya memiliki kandungan protein nabati terbaik yang tentunya bermanfaat bagi kesehatan. Termasuk, mencegah berbagai macam penyakit kanker hingga jantung. Selain itu, harganya yang cukup murah bisa dijangkau masyarakat bawah sekalipun.

Pasokan tahu baik mentah maupun matang digelontor para pedagang dan perajin tahu ke sejumlah pasar tradisional. Para penggemar pun tak perlu khawatir kehabisan karena suplainya yang cukup banyak. Beberapa jenis tahu salah satunya bisa dilihat dari warna dan karakteristik lainnya.

Mulai dari tahu putih, tahu berwarna kuning yang saat pembuatannya memakai sejenis zat warna hingga tahu coklat yang telah digoreng. Jenis lainnya yang unik adalah tahu kacamata yang berasal yang sebagian besarnya dipasok dari Kota Magelang, Jawa Tengah.

Tahu sudah dikenal luas dari Sabang sampai Merauke yang disajikan menjadi beragam jenis makanan mulai dari pedagang kaki lima (PKL) hingga warung makan.

Bagi para penggemar berat, proses pembuatan makanan berbasis kedelai itu sangat menarik untuk diuraikan. Pertama, bahan dasar kedelai terlebih dahulu dicuci bersih. Kemudian, kedelai itu digiling menjadi halus agar sari kacang kedelai bisa digunakan menjadi potongan tahu. Selanjutnya, sari kacang kedelai itu dimasukkan ke dalam tungku khusus.

Udara panas pun menguar dari tungku tempat sari kedelai dimasak. Sari kedelai yang matang selanjutnya disaring untuk dijadikan tahu. Hasilnya, cetakan tahu siap dipotong menjadi beberapa potongan kecil. Selanjutnya, tahu yang sudah jadi itu pun siap didistribusikan.

Namun, di tengah upaya sekelompok perajin dan pedagang tahu berjualan dengan cara yang jujur. Segelintir pedagang nakal nekat menggunakan zat pengawet dengan jumlah yang tak bisa dipertanggungjawabkan dengan berbagai macam alasan dikemukakan.

Seorang pedagang, sebut saja Eko namanya, bergegas menuju ke sebuah pabrik tahu di salah satu kota Jawa Tengah, ketika matahari baru terbit. Tentunya, ia bermaksud membeli tahu yang akan dijualnya lagi. Tak lama berselang, ia pun keluar-masuk kampung menawarkan tahu seraya berharap barang dagangannya ludes terjual.

Namun, dagangannya belum juga bertemu peruntungan meski matahari makin tinggi menyebabkan kulit terasa panas terbakar. Titik terang mulai nampak di sebuah perumahan saat sejumlah ibu-ibu membeli tahunya. Sayangnya, hasil penjualan kali ini tak menolong banyak. Buktinya, sisa penjualan tahu hari ini masih terlihat banyak. Ia pun memutuskan untuk membawa pulang sisa barang dagangannya ke rumah.

Saat itulah Eko menyempatkan diri mendatangi sebuah toko material guna membeli tawas, bahan kimia yang biasa digunakan untuk menjernihkan air. Selain itu, sang penjual tahu itu juga membeli bahan kimia pengawet, formalin dan boraks di pasar. Dua bahan kimia tersebut ternyata ia gunakan untuk mengawetkan tahu agar bisa kembali dijual keesokan harinya. Praktik nakal yang tentunya bisa membahayakan kesehatan manusia.

Setibanya di rumah, Eko pun melakukan aksinya membuang air tahu yang baunya sudah mulai terasa tidak enak. Setelah itu, tahu pun direndam dengan formalin selama 15 menit, gunanya agar makanan berbahan kedelai itu tetap awet. Sambil menunggu, ia pun menyiapkan tawas yang kemudian dicairkan di sebuah baskom. Tak ada perbandingan yang digunakan, tawas pun dituangkan ke tahu agar terlihat segar saat dijual esok hari. Ia mengaku tak tahu jika perbuatannya merugikan kesehatan konsumen, terlebih melanggar hukum.

Keesokan paginya, Eko langsung pergi berkeliling menjual tahu. Ia pun membidik pemilik warung makan yang tentunya tak mengetahui jika tahu yang dibelinya mengandung zat kimia tawas dan boraks. Tak sampai setengah jam berkeliling, barang dagangannya pun diserbu pembeli. Ia pun bisa pulang ke rumah lebih cepat.

Kepada tim Sigi SCTV, pemilik pabrik tahu Warsino memberikan kiat cara membedakan tahu murni dengan tahu yang telah tercampur zat kimia. Ia merinci tahu putih yang mengandung formalin teksturnya keras alias tidak lembek. Selain itu, baunya lebih menyengat lazimnya bau formalin dibandingkan tahu murni. Terlebih jika tahu yang diduga berbahan kimia tersebut berbau asam dan berlendir.

Kecurangan serupa dilakukan sejumlah pedagang makanan yang nakal. Seperti tukang batagor dan tukang siomay yang menggunakan tahu sebagai bahan dasarnya. Mereka pun meracik bumbu khusus. Selain berfungsi sebagai penyedap rasa, racikan khusus itu juga digunakan buat menyembunyikan rasa tawas pada tahu.

Padahal, sebenarnya tanpa berbuat curang pun masih ada cara yang bisa dilakukan agar tahu awet lebih lama secara alami. Sayangnya, sejumlah pedagang seperti Eko memilih jalan pintas. Perbuatan itu jelas dapat meresahkan para konsumen atau ibu rumah tangga yang biasa membeli tahu di pasar tradisional.

Tak ingin gegabah, tim Sigi SCTV pun melakukan uji laboratorium guna membuktikan praktik nakal dilakukan oleh sejumlah pedagang, Beberapa jenis tahu yang diduga mengandung bahan kimia berbahaya pun diambil sebagai contoh untuk memastikan kadar bahayanya bila dikonsumsi. Sampel pun dibawa ke laboratorium yang biasa menguji kandungan kimiawi dalam makanan.

Hasilnya sudah bisa diduga, Manajer Teknis Pengujian Balai Besar Industri Argo Mulhaquddin mengatakan sampel tahu yang dibeli dari sejumlah pedagang ternyata melebihi ambang batas aman sehingga sangat tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut dia, tubuh manusia punya keterbatasan untuk menerima kandungan zat kimia yang terkandung dalam makanan yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Semarang dokter Niken menyayangkan minimnya pengetahuan para pedagang tentang bahaya menggunakan bahan pengawet seperti tawas, boraks, dan benzoat. Menurut dia, perbuatan tersebut sangat merugikan konsumen. Jika pun terpaksa, seharusnya para pedagang menggunakan bahan pengawet yang diperbolehkan sesuai ketentuan kesehatan meskipun harganya cukup mahal.(ADI/ANS)


http://berita.liputan6.com/read/338870/kenali_tahu_berbahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar